Hai


Selamat Datang - Welcome - Willkommen - Benvenuto - Bienvenue - Bienvenido

Buku Tamu

Pop up my Cbox

Rabu, 19 Mei 2010

Tak Punya Sahabat? (Curhat Mode On)

Angel

Meskipun saya suka menulis dan nyuruh-nyuruh orang untuk belajar memahami yang terjadi di dunia dengan sudut yang lain dari vision yang kita miliki, tapi saya bukan orang yang benar-benar 'sehat' secara psikologis sebenarnya. Meski saya banyak dimintai nasihat dan dijadikan tempat curhat, tapi saya belum sepenuhnya 'waras'. Hehe.... tak ada yang tahu ya?

Salah satu yang nggak beres dari diri saya adalah masalah pergaulan. Hmmh... bukan saya anti sosial ya.. Di setiap level kehidupan saya selalu dikelilingi banyak orang, entah bagaimana bisa begitu, mungkin itu perpaduan dari tanggal lahir dan nama saya. Soalnya kalau saya iseng ikut kuis-kuis di internet yang membaca dari tanggal lahir dan nama pasti resultnya; banyak orang di sekeliling kamu, kamu disukai orang banyak, dan hal-hal macam itu.

Saya makhluk sosial, baik di dunia maya (kecuali chatting, deeeh... males banget) maupun nyata. Saya suka bertemu dengan kenalan saya di komunitas bisnis, saya suka hang out bareng teman kerja, atau di komunitas dan grup tertentu di mana saya bergabung di dalamnya. Begitu ramainya kehidupan saya selintas lalu, padahal sebenarnya saya TIDAK PUNYA SAHABAT.

Tidak ada sahabat, itu dengan sangat sengaja saya pilih, dengan sesadar-sadarnya. Kenapa saya lebih memilih hidup berteman namun tidak bersahabat bukan cerita menyenangkan untuk dikenang, tapi saya coba tulis di sini semoga ada pelajaran yang bisa dipetik.

Semasa SMP saya punya dua orang sahabat, sebut saja namanya Rosa dan Ida. Rosa cantik bukan kepalang, persis mawar beludru yang mewah. Ida juga cantik, rendah hati dan hatinya begitu lembut sampai-sampai dia cenderung terlihat cengeng. Kami berbagi apapun mulai dari hal besar hingga hal paling pribadi yang tak akan bisa kita bagi pada siapapun lagi. Sampai saya pernah berucap mereka adalah belahan jiwa saya.


Semua yang paling manis itu berubah jadi paling pahit, ketika bertahun-tahun kemudian akhirnya Rosa memacari pacar saya. Entah berapa lama dua orang terdekat saya itu berhianat, ketika akhirnya pacar saya memutuskan memberitahu mengenai orientasi hatinya yang menyimpang ke tetangga, Rosa menangis di depan saya mohon ampun. Apa mau dikata? Saya punya andil dalam penghianatan mereka,' kan saya yang minta pacar saya untuk akrab juga dengan para sahabat saya, saya juga nyuruh pacar saya nginap di rumah sakit sewaktu Rosa sakit parah, saya selalu minta Rosa menengahi kalau kami berantem. Intinya saya yang mendekatkan mereka, kalau lantas tumbuh rasa cinta di hati mereka, masak saya mau egois menyalahkan mereka berdua saja?

Saya memaafkan, di mulut, namun sejujurnya, saya adalah tipe orang yang memaafkan apapun kecuali penghianatan. Saya nggak kuat melihat kebersamaan sahabat saya dengan pacar saya, saya pergi. Sejak saat itu saya tidak punya sahabat. Hmmm... saya punya teman dekat sih di SMA namanya Rhenna, tapi tidak sekuat jalinan batin saya dengan Rosa dan Ida. Kedekatan saya dengan Rhenna tidak sampai pada tahap saya mau mengorbankan apapun seperti yang saya berikan pada Rosa dan Ida.

Begitu kondisi saya, sampai bertahun-tahun kemudian seorang perempuan menggugah hati saya. Dia kecil, mungil, cerewet setengah mati dan PD ampun-ampunan. Namanya... Kita sebut saja dia Kate. Saya bertemu Kate di kampus sebagai sesama mahasiswa baru, saya tersentuh dengan kecerewetan dan keterbukaannya, dia berasal dari salah satu kota di Papua. Selain Kate, di Jurusan teknik Sipil angkatan 2003 cuma ada saya, dan dua perempuan lagi, sebut saja Vie dan yang satu lagi... haduh... -susah banget sih cari nama- sebut saja Lala.

Saya kasihan sama Kate yang mengeluh kangen pada keluarga dan pacarnya, saya melihat ekspresi wajah dan juga ke dalam matanya. Kalau nggak malu, Kate pasti sebenarnya pingin merengek dan nangis, dalam hati saya iba... ya ampun... ini baru hari pertama kuliah setelah Masa Orientasi berlalu. Saat itu juga saya bertekad untuk jadi pengisi hari Kate, biar kate nggak kesepian, biar dia kuat dan nggak merana begitu. Biar tak muncul lagi ekspresi yang saya lihat begitu mengenaskan. Saya juga berpikir tak akan ada tragedi perebutan pacar lagi di sini, toh saya nggak punya pacar.

Dengan cepat kami berempat jadi begitu akrab, tak terpisahkan, jadi F4 di Jurusan itu. Sama-sama tertawa keras, sama-sama ganjen, sama-sama suka usilin teman-teman cowok, pokoknya seru. SERUUUUU banget! Saya pikir itu masa-masa paling indah di hidup saya. Saya nggak hiperbolis lho.... Kami senang.
Kate dengan pacarnya yang jauh di kampung halaman
Vie punya pacar yang kuliah di kampus lain yang nggak jauh dari kampus kami
Lala kemudianmemacari senior di kampus kami tapi di jurusan yang berbeda
Aku... aku disibukkan dengan mantan pacar yang merengek minta balik, dan seorang pria tampan yang sempurna yang belum bisa saya jatuhi cinta sepenuhnya. Complicated saat itu urusan romantisme saya. Belum lagi para cowok di fakultas yang heboh meramaikan hari dan hati saya juga.

Semuanya mulai berantakan ketika Lala yang lugu melakukan kesalahan seperti yang saya lakukan dulu terhadap Rosa dan pacar -mantan pacar- saya; mengakrabkan pacar pada sahabat. Well... kita sebut saja Dudi untuk nama pacar Lala. Dudi bergabung bersama kami, tiap hari... betul-betul tiap hari, berjam-jam. Kelainan mulai terjadi, cara Dudi menatap saya, cara Dudi berkomentar, caranya memperhatikan.
Kelainan itu berlanjut hingga cara Dudi mengirimi sms-sms dan ucapannya saat menelepon saya. Kate menyadari perubahan itu, Vie juga. Setelah Dudi makin kelewatan, akhirnya aku, Kate, dan Vie memutuskan memberi tahu Lala bahwa Dudi adalah pecundang yang sedang mencoba merayu aku. Sayangnya kami bertiga juga menyadari Lala adalah tipikal cewe keras kepala yang saat itu masih sulit mendengar masukan dari orang, dan sangat percaya bahwa pacarnya adalah tipe setia dan tulus, jadi kami harus mempersiapkan banyak bukti. Kate dan Vie meminta aku menyimpan semua sms rayuan Dudi.

Sms rayuan Dudi memang kuat membuktikan bagaimana perasaan Dudi pada saya, kata-kata kangen, pujian, puisi, dan bahkan dia memanggil saya dengan sebutan 'tuan puteri'. Kate yang temperamen makin hari semakin tidak bisa menyembunyian kebenciannya pada Dudi yang sudah menghianati Lala. Lala yang belum ngerti kondisi cuma paham Kate makin hari makin membenci pacarnya dan tak habis pikir akan hal itu. Puncaknya, suatu siang di kosan Kate, Kate dan Lala sempat bersitegang dan adu mulut. Aku dan Vie menengahi dan membujuk agar Kate sabar.

Proyek pembuktian kebejatan Dudi berakhir ketika teman kami, sebut saja Wino yang dulu mengenalkan Dudi pada Lala mencium gerakan proyek rahasia kami ini. Suatu hari Wino bicara dari hati ke hati, meminta saya menghentikan proyek kami itu, karena kalau terjadi keributan antara Lala dan Dudi, pasti dirinya yang pertama kali merasa bersalah. Well... saya pernah bilang 'kan kalau saya ini mudah iba pada orang? Sialnya siang itu saya iba pada Wino. Dan akhirnya membujuk Kate dan Vie untuk menyudahi ini semua, apalagi kemudian tak lama berselang Dudi dan Lala putus karena tidak direstui keluarga Lala. Simcard penuh bukti rayuan Dudi saya singkirkan dari ponsel.

Sialnya tak lama kemudian ada orang yang memberi tahu Lala kalau dulu Dudi pernah 'nembak' saya semasa masih pacaran dengan Lala. Lala bertanya dengan ekspresi tegang dan menuntut kejujuran saya. Awalnya saya tutupi kebejatan mantan pacarnya itu dengan pertimbangan buat apa membuat luka? Toh mereka sudah putus. Tapi Lala nggak percaya dan mulai emosional. Saya mengakuinya, Lala kemudian meminta Dudi datang ke kampus.

Itu hari terburuk dalam sejarah hidup saya yang tak akan pernah bisa saya lupakan (lebih buruk dari hari di mana saya nyaris diperkosa orang). Yang tak akan pernah bisa saya hapus dari ingatan. Yang rasa sakitnya tak pernah berhasil saya hilangkan. Sungguh saya tak mau terus sakit akibat kenangan hari itu, saya coba memaafkan dan biarkan... namun nyatanya rasa sakitnya begitu dalam.

Dudi menyangkal semua tuduhan, justru dengan kemampuan olah kata yang dimiliki Dudi yang selalu diacungi jempol oleh siapapun yang mengenalnya, dipadu dengan kepiawaian aktingnya yang terasah karena dia bergabung bertahun-tahun di teater kampus kami, Dudi memutarbalik semua yang terjadi. Saya diposisikan sebagai orang yang nggak paham membaca sikap Dudi, orang yang ke ge-eran, orang yang justru mencoba menarik perhatian Dudi dan bukan sebaliknya.

OMG, benarkah saya ke GR-an? Lalu kenapa Kate bisa merasakan kejanggalan sikap Dudi, begitupun Lala? Kenapa Kate bisa sampai ngamuk siang itu di kosannya karena sudah tidak tahan memendam benci? Kenapa Dudi bilang kangen ke saya dan tidak ke para sahabat Lala yang lain? Kenapa dia menyebut saya 'sayang', 'puteri' dan kenapa dia pernah bilang ke saya bahwa suara saya adalah jenis suara yang ideal di telinga dia dan dia harapkan kalau punya pacar ya yang punya suara seperti suara saya. Kenapa dia bisa membaca ekspresi saya, cara saya duduk, saat saya melamun dan bagaimana dia bisa berkata 'aku tahu kamu punya banyak masalah, sini-sini... datanglah...bagilah ke aku...'
Dan bahkan sampai-sampai ayah saya juga pernah mengira kalau Dudi itu pacar saya, dan -untungnya- tanpa pernah bicara banyak dengan Dudi ayah saya menilai bahwa Dudi bukan tipe yang baik.

Mana buktinya kalau Dudi yang merayu saya dan bukan sebaliknya?
Saya sudah tidak tahu kemana Simcard itu.
Jadi siang itu untuk pertama kalinya saya melihat makhluk paling munafik meneriaki saya, menggebrak meja di depan muka saya, menatap saya dengan jijik dan penuh kemunafikan, menyimpulkan saya adalah perempuan kesepian yang mencoba merayu pacar sahabatnya. Saya tak bisa membuktikan apapun, dan yang membuat lebih buruk adalah kenyataan bahwa Kate dan Vie cuma terdiam menonton saya, Lala dan Dudi saling berteriak. Mereka berdiam diri melihat saya dipecundangi, diperlakukan bak pelacur yang ketangkap basah oleh Satpol PP.

Setelah menit-menit panjang mengerikan dan penuh emosi, saya hanya bisa mengatakan kalimat akhir sekaligus penutup; 'Dudi, elo boleh menyangkal ini semua, tapi hati lo yang paling dalam tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Hati lo yang paling dalam tahu betul, dan nggak akan pernah bisa bohong. Ingat itu, Dudi.'

Ya Tuhan.... syukur saya nggak jatuh cinta pada Dudi.
Syukurlah saya nggak pernah suka sama dia. Karena dia bukan jenis pria yang bisa menjadi suami. Okelah dia bergelar Sarjana Ekonomi, tapi 'kan untuk menjadi suami bukan sekedar dibutuhkan titel, tapi loyalitas, dedikasi, kebesaran hati, ke ksatriaan jiwa yang mau mengakui kesalahan dan minta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Dan yang terpenting; kejujuran.

Itu pengalaman besar saya tentang salah membaca orang; Dudi itu rajin shalat, mudah bergaul, bertampang lumayan, tinggi berkisar 175 cm, dan sangat menyayangi ibunya yang sudah menjanda, punya tatapan yang membuat siapapun iba pada saat dia sedang berduka.
Seperti saya salah membaca Rosa yang saya pikir nggak akan berbuat selayaknya bitch, tahunya dia mencium pacar saya dibelakang punggung saya; dia lembut, putih, pendek, kecil, sedikit gemuk, terlihat lemah, berjilbab, alim.

Lhaaaa..... 'kan bukan itu inti postingan ini. Intinya adalah bahwa saya akhirnya nggak punya sahabat. Seusai tragedi Dudi menyangkal, Kate dan Vie cuma berdiam diri, Lala nggak percaya sama saya, saya menarik diri dari pergaulan kampus.
Dan ketika akhirnya saya menemukan kembali Simcard berisi bukti kebejatan Dudi, saya bicara pada Kate dan Vie bahwa saya akan menunjukkan bukti-bukti itu pada Lala supaya Lala mau percaya lagi sama saya, supaya nama saya kembali bersih. Tapi Kate malah bilang; 'udahlah... lupain aja, kasihan Lala'. Saya terhenyak, mereka kasihan pada Lala kalau kita tunjukkan bukti itu. Tapi kenapa nggak kasihan pada saya yang harus diposisikan sebagai orang tercela selamanya??

Itu hari terakhir saya bicara panjang pada Kate dan Vie.
Sisa hari-hari saya menjalani kuliah di kampus tercinta, setiap bertemu dan memang harus selalu bertemu mereka, yang saya keluarkan hanya sapaan 'hai', kadang hanya senyuman sekilas, atau menjawab kalau mereka bertanya.

Hingga kini saya belum punya sahabat. Dan merasa nyaman dengan itu.
Saat saya menghadapi masalah yang tak bisa dibagi dengan teman bergaul, saudara atau anggota keluarga lain jadilah saya menghadapi masalah itu sendirian, saya berdebat dengan diri saya sendiri, lalu menimbang-nimbang dan berdiskusi dengan diri saya sendiri. Terkadang saya membuat diagram SWOT untuk menganalisa masalah itu. Akhirnya menemukan jawaban atas permasalahan-permasalahan saya.

Saya memang beredar di masyarakat, bergaul, ngobrol, nongkrong di SenCi, FX, atau tempat gaul lainnya. Saya mendengarkan orang yang curhat dan memberi masukan. Tapi saya tak membiarkan mereka masuk lebih dalam ke hidup saya. Saya tak ingin direpotkan lagi. Di hidup saya, setiap makhluk yang mampu menembus barigade saya, dan akhirnya masuk lebih dalam, lalu menyandang status sebagai 'orang-orang terdekat', yang saya rasakan kemudian hanya membawa kepelikan, masalah, sakit, dan tekanan.

Mau sampai kapan saya begini? Saat ini saya belum mau merubahnya, saya adalah seorang ibu, dan wanita dengan long distance relationship yang pelik sehingga bisa dikatakan saya single parent, saya hadapi masalah anak dan rumah sendirian, saya punya keluarga besar yang point of view-nya bertentangan dengan saya dan cukup memusingkan, saya punya perusahaan yang sedang merangkak dan prestasinya terus menanjak, saya sedang mengejar satu bisnis lagi yang merupakan obsesi, dan September nanti saya akan kembali jadi mahasiswa. Well... lihat 'kan? Saya sudah punya banyak urusan untuk diurus, mohon maaf tidak dibuka lowongan 'Sahabat' untuk mengirimi saya seabrek masalah lain saat ini. Entah suatu hari nanti.

Bagaimana dengan sahabatmu, teman? Sempurna ya?
Good luck
dengan sahabatmu! Wish you are forever soulmate.

3 komentar:

  1. AMIT ! curhat buuu .... ???
    kok aku nggak dimasukin siii... ??
    aku kan ikut setra... biar tenar gitu ..
    hehehehe :D

    BalasHapus
  2. Baru baca postingan ini dan thanks sudah membantu saya utk ngga merasa "aneh" krn ngga punya sahabat, well,pngalaman sy jg ngga ª∂a yg manis sm sahabat,cth: pny sahabat yg cm ќℓ☺ butuh doank muncul (bkn sahabat jg kali ye) dan bbrp crita buruk lainnya ttg sahabat,♥˚°•⌣•нaª˚Hαª˚ нaª˚ •⌣•°˚♡
    Thanks for share sista :D

    BalasHapus
  3. Terima kasih banyak, Mbak. Tulisan Mbak yang ini sangat menginspirasi saya yang juga apatis terhadap frasa "punya sahabat".

    BalasHapus