Hai


Selamat Datang - Welcome - Willkommen - Benvenuto - Bienvenue - Bienvenido

Buku Tamu

Pop up my Cbox

Sabtu, 15 Mei 2010

UNIVERSITAS; Negeri atau Swasta Sama Saja

Deeeeuuhh.... yang lagi mellow, termenung depan komputer dengan mata berkaca-kaca, gara-gara nggak diterima UI, didepak UGM, ditolak Undip, dilepeh UNSoed, ditendang ITB? Ya sudahlah.... Ngapain sih sedih gitu?? Apalagi pake acara mau bunuh diri segala. Haduuuuh.... Sayang-sayang dong... belasan tahun jungkat-jungkit shalat, bolak-balik ke gereja, sibuk ngepelin Wihara, Pura atau klenteng, kalau akhirnya bunuh diri. Nih, baca dulu ulasan saya mengenai Universitas Swasta.

Ada juga teman-teman (atau adik-adik ya? Secara saya 'kan udah tuwir dibanding lulusan SMA) yang senang tapi sedih (hngg.. gimana tuh?), gara-gara diterima Universitas Negeri impian tapi ternyata uang masuknya mahal banget?? Yah.... Inilah salah satu resiko hidup di negara Republik kita. Saya tahu kok... sepupu saya yang ganteng tahun ini lulus SMA dan diterima UI, uang pangkalnya 13 juta, harus dibayar selambatnya Agustus 2010. Mahal ya? Itu yang kelas reguler lho... Dan saya juga diterima Universitas Indonesia untuk S2 Teknik Sipil, uang DP-nya 16 juta dan cuma dikasih waktu 1 bulan untuk membayarnya (dikira saya juragan jengkol apa?)

Gini deh.... coba buka hati, mata, pikiran untuk melirik Universitas Swasta yang bagus dan bermutu. Sebab.....
  1. Lihat di brosur atau situs mereka, biasanya Universitas Swasta majang nama-nama dosen pengajar mereka. Dosen mereka bergelar M.Sc, P.hd kok!!! Salah satu Universitas Swasta bagus yang saya kenal (ralat: tempat saya dapat gelar S1) malah mencantumkan pula dari mana dosen-dosen tersebut mendapat gelarnya; dari ITB, UI, UGM, tapi kebanyakan dari Universitas luar negeri (Leiden, Manchester, Liverpool, lha.... ini kayak bundes liga jadinya). Jadi buat apa minder kuliah di swasta?? Orang yang ngajar aja master-master dan doktor lulusan luar negeri! Pasti bahan yang mereka ajarkan adalah ilmu yang mereka peroleh dari Universitas keren beken itu kan?? Hayo... kenapa minder??
  2. Lihat Akreditasi Universitas Swasta itu, untuk info kalian ya... Setiap 4 tahun sekali, setiap jurusan di Universitas harus di akreditasi ulang. Untuk mendapat Nilai akreditasi A itu suessssssaaaaahhhhh dan kuetaaaaat buanget! Percaya deh... Karena semasa saya kuliah saya pernah direkrut Ketua Program Studi (Kaprodi) saya untuk mengurusi borang akreditas ulang jurusan Teknik Sipil. Jadi teman-teman silakan mendaftar di Jurusan impian kalian di Universitas Swasta, tak apa... jangan minder. Carilah yang mendapat akreditasi B, sukur-sukur kalau A, itu berarti sekelas dengan Jurusan di Universitas Negeri yang sudah menolak mentah-mentah kalian.
  3. Dosen Swasta cenderung mengajar seolah mereka menghadapi anak SMP/SMA (terutama dosen Teknik dan MIPA). Itu dikarenakan mereka berpikir bahwa mereka sedang menghadapi 'anak-anak buangan', jadi dosen selalu mengajar detail, step by step dengan rinci. Bahkan ada dosen yang nyuruh maju tiap mahasiswa di kelas, dan mengajarinya di papan tulis dengan telaten. Nggak percaya? Ya terserah....
  4. Lihat lagi di brosur atau situs Universitas swasta inceran kamu, biasanya mereka memajang alumni yang sudah sukses. Alumni di Universitas saya ada yang menduduki jabatan strategis di Garuda, dan di beberapa perusahaan besar yang penting di negeri ini. Banyak juga yang bisa masuk Departemen teman bapak saya kerja, yang seleksinya rumit dan ketat sekali. Sukses itu hak tiap orang yang mau meraihnya. Bukan sekedar hak alumni Universitas negeri. Percaya deh kali ini sama saya!
  5. Salah satu Manajer Proyek perusahaan kontraktor terkenal di Indonesia berkata bahwa dia lebih suka ambil insinyur-insinyur dari Universitas tempat saya kuliah S1 (swasta), karena bisa kerja tapi nggak sombong, down to earth dan selalu mengira dirinya kurang pintar sehingga selalu mau belajar sendiri atau menuntut ilmu dari atasannya di kantor dan bertindak hati-hati. Sementara alumni Universitas Negeri yang beliau rekrut cenderung merasa sudah pintar dan akhirnya sempat melakukan kecerobohan fatal di proyek. Kenapa begitu? Mahasiswa baru lulus memang tahu banyak teori, tapi awam tentang praktek kerja di lapangan, sehingga kalau baru terjun ke dunia kerja tapi merasa pintar ya wajar kalau sempat bikin kesalahan. Jadi, tenang saja... fresh graduate nantinya di kantor/dunia kerja tetap ditempa dan harus banyak belajar lagi. Jangan takut bersaing dengan lulusan Universitas Negeri.
  6. Universitas swasta yang bagus ada yang lebih murah dari Universitas Negeri. Tapi jangan dikira kwalitas mereka murahan, coba periksa sejarahnya, siapa yang mengajar, atau bahkan siapa yang memiliki Yayasan dari Universitas tersebut.
  7. Di Universitas swasta juga banyak beasiswa kok.... Selama saya kuliah S1 saya cuma bayar Uang Pangkal, selanjutnya saya terus dibiayai beasiswa-beasiswa bertubi-tubi; Beasiswa mahasiswa teknik dari Bank Dunia (TPSDP namanya, apa kepanjangannya? Jangan tanya saya 'gak tahu... yang saya tahu duitnya doang), beasiswa Damandiri (dari Yayasan Alm. Pak Soeharto), Beasiswa Bakat dan Minat (dari Universitas karena prestasi yang diraih di tingkat Nasional). Dan masih banyak lagi jenis beasiswa yang saya nggak dapet (hihi..maruk amat sih pengen dapet semua!), tapi teman-teman saya dapat. Untungnya di kampus saya dulu ada pejabat yang mengurusi masalah beasiswa, jadi tiap ada pembukaan beasiswa beliau akan menyebar pengumuman, mahasiswa yang merasa dirinya memenuhi kualifikasi tinggal menemui beliau saja di kantor rektorat. Isi formulir 'dikit, selesai deh urusan. Nggak repot mondar-mandir ke sana-sini eh tahu-tahu di papan pengumuman muncul nama kita-kita, tinggal ambil duit di kantor beliau. Beresss.... asik....
  8. Sebaiknya banyak tanya dan cari informasi mengenai Universitas Swasta yang kalian incar, salah satu Universitas Swasta terkenal, prestisius dan mahal di negeri ini ternyata punya sejarah jelek; membangun gedung dengan cara hutang, hutangnya menimbun sehingga mereka menarik bayaran mahal dari Mahasiswa tapi kwalitas pengajaran tidak diperhatikan. Tetangga saya kuliah 8 tahun di sana tapi tidak di DO, dan tetangga saya yang lain tadinya staff laboratorium di Universitas tersebut tapi kemudian keluar karena salary-nya sangat tidak layak.
  9. Well.... saya tidak mau menyebut nama Universitas swasta yang saya maksud di point no. 8, seperti saya tidak memberitahu nama Universitas swasta tempat saya meraih gelar S1, yang alumni-alumninya banyak menjadi Direktur dan CEO perusahaan besar, yang pengajarnya dari Inggris, Belanda, UI dan ITB (hehe...) , yang menimbuni saya dengan beasiswa dan yang mengantar saya meraih Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Terkait Konstruksi di Departemen Pekerjaan Umum pada Tahun 2007. Adil 'kan? Ini 'kan bukan ajang promosi Universitas Swasta, dan saya nggak dibayar oleh salah satu Universitas itu untuk menulis artikel ini (hehe...)
Jadi, kalau ada Universitas Swasta dengan dosen pengajar para master dan doktor lulusan dari luar negeri dan dari Universitas Negeri yang telah menolak kamu, dan bahwa jurusan di Universitas swasta tersebut ter-akreditasi dengan nilai bagus, kenapa kamu nggak mendaftar di sana??

Ingat, Universitas tersebut sudah memodali kamu dengan pengajar berkualitas, sarana lengkap, dan biaya terjangkau. Apakah kamu nanti akan sukses atau tidak tergantung dari cara kamu belajar selama menuntut ilmu di Universitas itu. Bukan dari nama Universitas atau warna jas almamater kamu.



Ayo bangkit! Semangat lagi dong....
Buruan Daftar!!!!!!!

6 komentar:

  1. Hehe... betul ya?? Syukur deh kl ada yang setuju. Terima kasih kunjungannya ya... Aku kunjung balik n follow tadi.

    BalasHapus
  2. SETUJU.....
    gue juga mau daftar SWASTA
    tapi usaha di negri dulu..

    BalasHapus
  3. @ Andudei: Iyalah... klo masih bisa diusahakan. Good luck ya!

    BalasHapus
  4. Gimana ya kalo ambil Pascasarjana di universitas swasta. Tapi akreditasi kampus dan jurusanny magister nya itu sudah A. Mau dftar ke PTN udah telat krn saya baru selesai profesi dan tertunda wisuda gara2 covid19, banyak PTN yg sudah tutup pendaftaranNY BULAN INI, sedangkan umur saya udh mau 26. Klo tunggu tahun depan makin telat lagi. Gimana ya ��

    BalasHapus